12 Oktober 2002. Sejarah mengukir kisah kelam bagi pulau Bali. Sebuah Bom meledak di daerah Kuta dan menewaskan lebih dari 200 jiwa. Beberapa waktu setelahnya, ditemukan petunjuk mengenai pelaku pengeboman. Ditangkap dan dipenjara di Kerobokan bagi Amrozy, Imam Samudra dan lainnya sebagai tertuduh yang melakukan aksi teror tersebut.
Tiga tahun telah berlalu. Warga Bali mulai resah akan kepastian hukuman bagi para pelaku peneror. Tidak adanya titik terang akan nasib para pelaku yang telah membuat para wanita menjadi janda maupun menjadikan anak kecil menjadi yatim dan piatu karena kebiadaban perbuatan mereka. Aksi Demonstrasi menuntut kepastian hukuman bagi pelaku teroris ini pun memuncak. Berawal dari serangkaian sms yang menyebar di antara masyarakat agar bersama menuntut pelaksana hukum mempercepat eksekusi mati yang dijanjikan beberapa waktu sebelumnya.
12 Oktober 2005, di wantilan DPRD Renon tepat sebelum tengah hari. Terjadi aksi damai meminta penyelesaian kasus yang dikenal dengan nama BOM BALI 1 tersebut. Namun tidak disangka, kekuatan sms yang menyebar telah mengkonsentrasikan masyarakat tepat di areal Penjara Kerobokan, penjara bagi ketiga terpidana dikurung. Setelah aksi damai yang berpusat di Renon, terjadi lagi aksi protes masyarakat yang puncaknya diperkirakan pukul empat waktu setempat. Luapan emosi masyarakat yang tidak menerima keputusan para penegak hukum memindahkan Amrozy Cs. Ke Nusa Kambangan menghasilkan kerusakan bagi areal sekitar penjara Kerobokan.
Bersama Tom2 dan Ananta Wijaya, saya merekam segala memori kejadian pada hari itu. Jika digambarkan dengan kata – kata, suasananya really chaos! Hampir juga saya dan Tom2 menjadi korban ketika salah satu pagar yang di’uyak’ oleh pendemo jatuh menimpa kaki kami. Untung saja Kak Ananta (panggilan akrab :P) dengan sigap menarik kami yang tidak menyadari itu untuk berada pada areal aman. Dan bagi yang ingin mengetahui kejadian pada waktu itu, inilah dokumenter yang saya buat dengan judul ‘Aksi Demonstrasi Amrozy’ yang di finishing sebelum menuju tahun 2006.
Komentar