Cover Kedai 1001 Mimpi :D |
Awalnya buku
ini kulihat di meja seorang teman, Abe. Atas anjurannya dan promosi seorang
teman juga, Esha, akhirnya aku membaca satu bab dari buku ini. Menarik! Itu
yang kutangkap ketika membaca awal bab buku ini.
Tapi karena masih dipinjam oleh Abe, aku pun tidak bisa membawa pulang buku ini untuk kubaca dirumah. Mendengar Atik (seorang kawan) juga memiliki buku yang sama, akupun berniat meminjam. Tapi entah kenapa niatanku gagal karena bukunya ternyata sedang ‘dipindah tugaskan’ ke teman lain. Maunya menunggu dengan sabar tapi cerita tentang buku ini meluas dengan berbagai pendapat yang beragam. Akhirnya aku menyerah dan membeli dengan jumawa buku ini di salah satu toko buku di Denpasar. Niat banget ya? Mumpung sudah lama aku tidak meresensi buku di blog ini, buku ini menjadi bahan postinganku. Yup, supaya tidak bosan dengan postingan yang melulu video, kali ini aku mengajak anda semua (ceile, anda :P) untuk berkonsentrasi terhadap satu buku yang akan kubahas sekarang. Sudah siap? Yap, tahan nafas anda… dan inilah dia… Kedai 1001 Mimpiiiiii! (plok…plok…plok….) *anggap suara tepuk tangan ya :P
Tapi karena masih dipinjam oleh Abe, aku pun tidak bisa membawa pulang buku ini untuk kubaca dirumah. Mendengar Atik (seorang kawan) juga memiliki buku yang sama, akupun berniat meminjam. Tapi entah kenapa niatanku gagal karena bukunya ternyata sedang ‘dipindah tugaskan’ ke teman lain. Maunya menunggu dengan sabar tapi cerita tentang buku ini meluas dengan berbagai pendapat yang beragam. Akhirnya aku menyerah dan membeli dengan jumawa buku ini di salah satu toko buku di Denpasar. Niat banget ya? Mumpung sudah lama aku tidak meresensi buku di blog ini, buku ini menjadi bahan postinganku. Yup, supaya tidak bosan dengan postingan yang melulu video, kali ini aku mengajak anda semua (ceile, anda :P) untuk berkonsentrasi terhadap satu buku yang akan kubahas sekarang. Sudah siap? Yap, tahan nafas anda… dan inilah dia… Kedai 1001 Mimpiiiiii! (plok…plok…plok….) *anggap suara tepuk tangan ya :P
Buku ini
termasuk tipe nonfiksi. Diceritakan langsung dengan pengalaman langsung
penulisnya bekerja sebagai TKI di Arab Saudi. Wait? TKI? Benar sekali tuan. Valiant Budi atau Vabyo selaku tokoh
utama dalam buku ini memiliki misi untuk membuat tulisan tentang Saudi. Tidak
tanggung – tanggung, dengan totalitasnya, entah
totalitas dalam menciptakan tulisan atau totalitas iseng, dia melamarkan
dirinya untuk bekerja di Saudi sebagai seorang barista disalah satu gerai kopi
terkenal dunia. Kenapa Saudi? Disebabkan semenjak kecil selalu dicekoki dengan
cerita 1001 malam sehingga menumbuhkan niatan nya untuk mengeksplor cerita di
negeri asal mula Aladin ini. Semakin bertambahnya umur, tambah subur aja
keinginannya untuk pergi ke sana.
Suatu hari Ia
pun menemukan kesempatan untuk dapat pergi ke Saudi. Yup, lewat jalur lowongan barista
yang diperlukan, Ia berhasil melewati segala macam syarat untuk pergi ke Saudi
(iyalah, kalau ga jadi pergi, buku ini ga bakal ada :P) dan Ia pun cuuuus. Sesampainya di Saudi, Vabyo
malah mengalami pengalaman yang aneh bin ajaib bin tidak terduga sampai tak
terhingga. Apa yang Ia pupuk dalam – dalam mengenai identitas Saudi yang ada
dibenaknya langsung luluh lantak dengan brutal. Brutal yang dimaksud sama
seperti ketika kamu, sebagai seorang anak kecil, mendapatkan sebuah jus alpukat
yang dingin di cuaca yang panas dan tiba – tiba muncul anak gendut menyebalkan
yang merampas, meminum jusnya dan membuang sisa jus tepat didepan matamu lalu
setelah itu kakinya menginjak kakimu dan kepalanya menyundul jidatmu sampai
kamu terpental. Kebayang ‘ga rasanya?
Itulah perasaan yang kurasakan ketika
membaca sepenggal demi sepenggal kisah yang Vabyo susun ketika dirinya berada
di Saudi. Dari dituduh mencuri hp di hari pertama kerja, hinaan dan bentakan
yang mengalir tanpa absen, dikejar maniak sampai kisah beberapa TKI dan TKW
yang akan membuat kita semua berfikir bahwa tidak ada yang lebih baik daripada hidup
di negara kita, Indonesia.
Mungkin
terdengar skeptis tapi apa yang saya review
disini bukan tanpa dasar. Semua pengalaman yang terekam dalam ”Kedai 1001
Mimpi” murni dari pengalaman sang
penulis. Memang masih ada tipikal kejadian lucu’ dan orang ‘baik’ dibuku
ini namun tergerus serta
mental dengan sukses di halaman selanjutnya. Sebuah pemandangan pahit yang kita
kira hanya ada di cerita sinetron. Dengan penceritaan yang apik, Vabyo
merangkai kisahnya ketika Ia mulai menjejakkan kakinya di ‘tanah suci’ hingga
Ia meninggalkannya dengan happy. Sebuah
buku yang membukakan mataku tentang kehidupan ‘menyebalkan’ yang ada di Saudi. Inilah
kenyataan kawan. Ingin tahu lebih lengkap tentang kenyataan yang ada di negeri
1001 malam ini? Bolehlah digeber buku setebal 443 halaman ini dengan sampul
tuan kelinci arab yang menikmati kopi dan tercetak dalam desain tumblr berwarna
dominan kecoklatan. Saudi bagiku kini sebatas negara dengan dongengnya yang
tidak bertepi. Berharaplah itu semua menjadi kenyataan layaknya kisah bahagia
yang diukir di akhir setiap cerita 1001 malam. Sayangnya itu semua hanya dongeng
belaka. “Kita ini konon pahlawan devisa.
Tapi kalau mati, ya sudah, dianggap binatang saja.”
Komentar