Langsung ke konten utama

Hujan di antara malam


Selalu ada alasan bagiku untuk menyukai hujan. Entah itu suasananya, airnya yang dingin, anginnya yang menyejukkan atau mungkin saja nuansa malamnya yang membuatku begitu menikmati hujan. Sewaktu kecil hujanlah yang menjadi temanku. Apalagi disaat menjelang sore atau mulai malam. Disaat riak air turun menggenangi tanah beraspal depan rumahku, aku menanggapinya dengan sukacita. :D

Dengan hujan semua terasa lebih jujur.
Kita mungkin pernah melihat banyak orang yang memiliki beragam sifat diluar sana. Di bawah terik mentari mereka bisa sangat beringas. Memaki, emosi dan segalanya berbaur menjadi satu. Suasana yang panas pun bertambah panas. Namun begitu awan menyeberang diantara mereka, suasana pun agak mencair. Dan ketika hujan turun diatas kepala mereka, hanya atap warung atau sekedar tempat berlindung yang akhirnya membuat mereka bertahan bersama. Jika yang memiliki payung mungkin akan senantiasa berbagi tempat dengan lainnya. Saling berbagi hanya untuk saling menghangatkan. Cukup klise dan aneh alasannya. Tapi itulah yang membuatku suka pada hujan. Dengan hujan semua terlihat lebih jujur dan terbuka. :)

Aku sempat menyesali hujan. Khususnya ketika itu muncul di malam hari. Beberapa hari terakhir aku sempat membenci hujan dan malam. Aku tak tahu alasannya. Seseorang yang dulu dekat denganku mulai menjauhi hujan. Hujan seakan menjadi benteng di depan mukaku. Malam seakan menjadikan penjara perasaanku setiap hari. Aku baik – baik saja ketika pagi ataupun siang. Aku pun menikmati suasana sore. Tapi sungguh aku mulai  membenci malam. Malam memiliki ceritanya sendiri. Bagiku, setiap malam adalah mimpi buruk. Dimana pesona malam yang dulu sempat kunikmati? Semua terasa janggal di hati. Tak ada yang dapat kunikmati dari hujan di malam hari. Semua begitu gelap. Begitu dingin. Begitu asing. Aku takut malam. Setiap kututup mata, selalu kegelisahan yang menyangkut di mimpiku. Kadang aku terbangun di pagi hari. Terlalu pagi malah. Sehingga yang kusaksikan hanya bayangan kilatan petir dan suara hujan yang beradu dengan genteng rumahku dengan suara yang menjauhi merdu. 

Kadang aku bertanya, “apa yang salah dari hujan dan malam?” mereka hanyalah suasana di waktu yang berbeda. Kalau begitu, “apa diriku yang mulai salah menyalahkan hujan dan malam?”. Well, Aku pun tak tahu. Tapi yang bisa ku ingat, setiap terbangun di pagi yang subuh, aku merasa ada hujan yang turun di pipiku. Mengalir lambat yang menyebabkan kantong mataku menghitam. Aku tak ingat meneteskan air mata tadi malam. Apa mungkin ini perasaanku yang tidak mau menerima aku membenci hujan dan malam? Atau sebuah rasa yang terus berusaha agar seseorang disana tidak melupakan indahnya hujan? 

“Malam selalu memiliki ceritanya sendiri” dan hujan ini mungkin adalah bagian dari chapter kesekian tentang malam di ceritaku. Malam ini tidak ada hujan. Tapi aku merasa perasaanku bagai tergerus hujan badai sedari tadi. Kini malam tanpa awan. Sangat cerah. Sampai kapan aku baru bisa merindukan hujan? Khususnya hujan di malam hari. Karena kau tahu, Banyak cerita yang kusukai terjadi saat hujan di malam hari.(yo)

Komentar

Mahendra mengatakan…
Yoo brother,
Apa kabar ni... Makin sukses saja sepertinya... Btw" aq suka ni ma resensinya... Jadi ingat masa kecil dulu, maenan dibawah guyuran hujan sampai lupa waktu... ​​‎​‎​=))ªªKªªKªªKªª
Tetap semangat yoo...
@ Mahendra : wah, halo bro... lama ta bersua... wah,wah,,, makasih,,, iseng aja koq....

Gmana Kabar?
Pasti kita semua sukses koq :D

Postingan populer dari blog ini

Puisi Anonymous – Sahabat

     Aku lupa kapan pernah pergi ke salah satu SD di daerah Sudirman, Denpasar. Karena harus mengurus suatu urusan yang belum terurus, jadilah waktuku harus teralokasikan sedari pagi disana. Dalam postingan kali ini, sesungguhnya dan sebenarnya, tidak bercerita tentang kegiatan yang kulakukan di SD bersangkutan. Namun lebih kepada puisi tempel dinding yang sekejap mengambil perhatianku dan mematungkan diriku dengan setiap kalimat didalamnya. Sangat polos. Sangat jujur. Sangat keren. 

Soe Hok Gie : Catatan Seorang Demonstran (Resensi) - 2012

makanan ringan + bacaan berbobot       “ Saya dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 ketika perang tengah berkecamuk di Pasifik…” Sebuah catatan pada tahun 1957 tercipta dari tangan seorang generasi Indonesia keturunan Cina. Namanya Soe Hok Gie. Seseorang yang hidup pada era orde lama yang selanjutnya menjadi salah satu tokoh penting dalam pergerakan perubahan yang terjadi di Indonesia saat itu.

Aku Suka Pantai

     Pantai selalu membuatku merasa nyaman. Seakan memiliki emosi, deburan ombak nya selalu menyahut ketika aku mencoba berbicara denganya. Oke,oke, Mungkin terdengar aneh tapi apa salahnya berbicara pada benda mati? :D