Langsung ke konten utama

Anak Agung Ayu Mirah Ariati nama Ibuku

This is my mom, no, my SUPERMOM :')

     Hari ini tanggal 23 Desember 2011. Khusus di postingan ini Bli Gung Yudha akan menulis sesuatu tentang ibu. Kenapa ga kemarin aja nulisnya pas hari ibu? Maunya sih gitu, tapi begitu mau nulis sebelum akhir tanggal 22 desember, eh, kena pemadaman bergilir. Jadinya komputer mati, lampu mati, tv mati. Semuanya mati. Selanjutnya aku juga pura – pura mati di kasur deh :P (baca : tidur)
     Beliau bernama Anak Agung Ayu Mirah Ariati. Ada yang kenal ga? Beliau telah menjadi ibuku selama 23 tahun. 38 tahun menjadi biang kaatur raka istri sane duuran mepesengan Gung Citra. 34 tahun sebagai seorang ibu untuk Gung Mas sebagai kakak perempuan yang kedua dan 31 tahun being a mother for my third older sister, Gung Inten. Intinya aku bersama ketiga kakakku telah memiliki seorang ibu yang mampu mengayomi anak – anaknya hingga mampu seperti sekarang. Aku ingat, selama beberapa tahun terakhir, aku selalu menyempatkan diri merayakan secara simbolis hari Ibu dengan memberikan sesuatu kepada ibuku satu – satunya ini. Bunga yang paling sering. Kadang hanya sekedar ucapan selamat hari ibu. Kecupan di pipi dan kening sampai mencoba membuat masakan yang mungkin mampu membuat orang yang memakannya menjadi stres berat karena rasanya. Tapi beliau mengatakan, “Enak kok masakannya gung,” sambil menaikkan alis sebelah pertanda sesuatu yang tak beres tengah terjadi di dalam perutnya.
     Namun tahun ini berbeda. Tepatnya tiga atau dua hari yang lalu, ketika pagi menjelang, ibuku mengeluh sakit. Saat itu Aji (ayah) sedang tidak ada dirumah karena mesti membetulkan mobil yang sedang bermasalah. Sampai harus memanggil Jiknik (adik dari ibu) untuk ke pergi dokter. Yang kulihat saat itu benar – benar ganjil. Perihal raut muka ibuku yang tak lepas kupandang lewat jendela mobil yang berangsur berangkat menuju ke dokter. Wajah perih, sakit dan sesuatu lain yang membuat ibuku mau tak mau harus menyerah kepada rasa sakitnya hari itu. Aku tidak tahu apa. Hingga Jiknik pulang dan mengatakan bahwa tadi ibuku baru saja masuk ugd. Alasannya agar proses pemeriksaannya lebih cepat dan tanggap. Aku shock.
     Aku shock. Aku takut. Ibuku yang biasanya kuat kini tergolek lemah di kasur kamarnya. Ibuku yang biasanya periang kini hanya meringis. “Bu, ngajeng (makan) dulu ya?” dan ibuku hanya menggeleng. Ibuku bangun dan pergi ke kursi di ruang depan rumah. Aku mengantarkannya. Aku terduduk di lantai dibawahnya. Kuambil kakinya. Dingin. Ibuku lalu bercerita…sambil menangis. Aku terdiam. Dimana sih Aji? Pikiranku melayang pada ayahku satu – satunya itu sambil terus mendengar ibuku yang sesenggukan bercerita.
     Dibalik kondisi fisiknya yang terlihat sehat ternyata ibuku menanggung beban mental yang berat. Ternyata panjang perjuangan bagi ibuku dalam mengarungi rumah tangganya ini bersama Aji. Dari sini aku baru menyadari masalah demi masalah yang menimpa kehidupan keluargaku tanpa aku turut mengetahuinya secara lebih jauh. Ada masalah tentang hutang. Semua orang pasti pernah berhutang. Dari sana juga ibuku berusaha agar  dengan bantuan hutang itu beliau bisa menyekolahkan anak – anaknya. Kenapa tidak memakai warisan yang diterima aji dan ibuku? Warisan? Aji ku ‘dibuang’ oleh keluarganya sendiri. Sebuah kenyataan pahit yang harus kuakui. Kakekku menikah lagi dengan nenek tirinya dan tidak menyisakan apapun untuk aji ku. Ibu ku? Walaupun hidup di daerah puri, namun memiliki kans kecil untuk menanggulangi warisan. Beliau wanita dan memiliki saudara sebanyak 9 orang. Warisan? Just forget it.
     Ibu dan Aji ku berusaha dari nol. Aku ingat ketika kecil, aku dibangunkan subuh sekitar jam 4  pagi oleh mereka. Membantu membuatkan nasi bungkus walau posisiku waktu itu hanya terduduk menahan kantuk sambil mengucek – ucek mata. Adalah kakakku yang lebih cekatan membantu beliau berdua. Setiap harinya, jam 5 pagi, Aku menaiki motor bersama Ajiku berkeliling sekitar rumah yang kutempati sekarang untuk menjual nasi kepada tetangga sebagai sarapan. Setelahnya, Kakakku yang pertama, mbok Gung Citra dibekali jajajan untuk dijual ke teman – teman sekolahnya di SD 1 Sumerta.
     Aku juga ingat. Setelah itu Aji ku pergi bekerja sebagai sopir di salah satu travel. Setelah sebelumnya menjadi sales + sopir salah satu perusahaan brem dan bir. Aku? Lupa, apakah tertidur lagi atau sudah masuk ke TK Putra Udayana, Kesiman. Waktu berlalu. Aku ingat ketika aku menginjak bangkuSD, terjadi badai besar didalam rumah. Aji dan Ibu bertengkar. Aku ‘ga tau topiknya. Yang jelas kakakku, mbok Gung Inten, cuma meluk dan narik aku menjauh dari mereka. Selanjutnya ada momen ketika ada orang – orang asing datang ke rumah. Mereka melihat – lihat rumah dengan seksama. Kakakku hanya mengatakan “Jus, ntar kanggo ya kita punya rumah kecil aja ya,” yang aku tidak mengerti maksudnya.
     Ternyata bank mau menyita rumahku. Aku telat mengetahuinya. Aku bingung. Kita mau tinggal dimana? Untung saat itu, mbok Gung Mas, Kakakku yang kedua mampu membayar tagihan bank karena memang dia memiliki posisi lumayan di tempat bekerjanya saat itu. Kukira masalah sudah selesai. Akhirnya aku tahu belakangan bahwa Aji ku didekati oleh wanita – wanita penggoda karena posisi Ajiku yang sebagai sopir travel dengan mobilitas tinggi. Ibu ku cemburu. Hingga saat ini masih saja ada yang mendekati Aji ku walaupun aji ku diberi ultimatum oleh ibu. “Kita sudah menikah, kalau kamu berani pergi sama orang lain, rejekimu hilang”. Itu diutarakan ibuku karena beliau was-was saat itu ada wanita lain yang mengaku ingin menikahi Aji ku. Tidak hanya itu saja. Aku pun diceritakan kejadian ketika Ibuku di sms seseorang. Ketika diketahui itu adalah oknum wanita lain perusak rumah tangga kami, oknum itu mengatakan “Aku akan ngambil suamimu. Kamu itu ‘ga bisa jaga suamimu!” Ibu ku semakin sakit hatinya ketika menceritakannya dengan sesenggukan. Aku hanya diam sambil berusaha menghangatkan kaki ibu ku dengan pijatan ala kadarnya. Kenapa selama ini beliau memendam semua ini sendiri?
     Berita tentang ibu ku yang sedang sakit cepat menyebar. Dalam sehari saja sudah ada beberapa kerabat yang datang untuk menjenguk. Sambil membawa gagapan, mereka berusaha menghibur Ibu yang sedang mengalami masalah lambung, sakit kepala dan pilek di kondisi cuaca yang tidak bersahabat ini. Aku meninggalkan mereka sementara waktu. Aku bersiap bersembahyang karena sejak mandi tadi pagi aku belum sempat sembahyang. Sore itu mendung. Aku pergi ke merajan sambil membawa dupa dan bunga. Aku terduduk. Mataku panas dan aku menangis. Hujan pun mulai berjatuhan diatas kepalaku.
     Malam menjelang. Hari itu aku ingat bahwa aku menghabiskan waktu seharian menemani Ibuku. Sampai ibu tertidur dan aku terus berdoa agar Ibuku kembali sehat. Semoga ujian ini bisa kami lewati Hyang Widhi. Bantu keluarga ini. Sembuhkanlah Ibu tiyang (saya). Jika bisa, tiyang rela sakit asalkan ibu tiyang sembuh. Hari itu aku baru bisa tidur setelah jam menunjukkan pukul 3 pagi.

Bunga tercantik untuk Ibu ku yang juga cantik :)
     Jam 8 pagi aku terbangun. Dengan terhuyung – huyung aku pergi ke kamar ibuku. Kulihat Ibu tertidur dengan pulas. Damn! Apa yang kupikirin? Aku merasa harus melihat ibu lebih awal untuk memastikan beliau baik – baik saja. Hari itu beliau kubelikan obat lagi dengan resep dokter yang kudapat dari Aji. Obat yang kemarin sudah habis. Setelah meminum obat dan menyantap bubur yang sudah terbeli, aku kembali menemani Ibu sambil kembali memijat kakinya. Sesekali menanyakan kondisi Ibu. “Ibu mau ta beliin apa?”, ibu ku malah menyahut “Ga usah. Gung sampun ngajeng (sudah makan)? Inget minum vitaminnya ya. Kurangi keluar malam. Biar ga sakit ”. Aku tertegun. Di kondisinya yang sakit seperti ini, beliau masih sempat memperhatikanku. Aku merasa cengkeraman pijatanku di kakinya mulai melembek. Aku pun berdiri. Mencium pipi dan kening Ibuku. Secara spontan.

Selamat hari Ibu, kecup sayang dari Aji :')
     Jam 7 pagi. Ternyata aku kembali mengalami Insomnia akut selama beberapa hari. Hari ini adalah hari spesial. Untung akhir – akhir ini aku rajin ngetwit sehingga mengetahui bahwa hari ini adalah Hari Ibu. Karena berkonsentrasi merawat Ibu, aku sampai tidak memperhatikan momen Hari Ibu akan datang. Setelah melihat ibu yang tertidur di kamarnya untuk memastikan kondisinya baik – baik saja. Aku pun pergi menuju suatu tempat untuk membeli makanan dan mengambil sesuatu. Sebaliknya aku ke rumah, langsung kuberikan rangkaian bunga campur yang telah kupersiapkan dari kemarin. “Selamat Hari Ibuuuu,” Ucapku seru seseru menyambut tahun baru. Ibuku hanya senyam senyum sambil bertanya, “Mahal ga ini gung? Aduh, ga usah pake gini – ginian”. “ga pa pa koq bu, ga usah itu dipikirin” lanjutku dengan (tentu saja) tidak memberitahukan harganya. 
     Malamnya kakak – kakak ku datang dengan suaminya masing - masing. Mereka datang khusus untuk menjenguk ibu. Selanjutnya mereka secara bergantian memijat kaki Ibu sembari bersenda gurau dengan Ibu dan Ajiku. Selamat Hari Ibu. Cepat sembuh ya bu. Biar gung bisa melihat ibu senang tanpa sakit, tanpa beban lagi. Kalau ada masalah, U can tell me everything. I’m your son ma and always be like that. Surga kami ada di bawah telapak kakimu. Surgaku juga berada di telapak kakimu ini. I Love U Mom.

Ibu, cepat sembuh ya... Ini serius bu :')

     Malam menjelang. Aku sudah mempersiapkan akan membuat cerita ini dan mempostnya di akhir 22 Desember 2011. Namun karena terkena bagian pemadaman listrik, aku pun mau tidak mau harus menunda niat suci ini. Tanpa listrik. Tanpa cahaya. Tidak ada yang bisa kulakukan. Anehnya lagi sinyal hp muncul menghilang sehingga aku tidak bisa menghubungi teman untuk menemaniku terjaga. Well, Sepertinya aku harus tidur. Mungkin Hyang Widhi ingin agar aku tidak tidur pagi lagi hari ini. Hyang Widhi Wasa, Selamat malam. Tolong lindungi keluarga ini. Sembuhkan Ibu tiyang. Buat Aji tiyang agar bisa meringankan beban Ibu. Buat tiyang jadi orang yang lebih berguna agar tiyang mampu membantu beliau. Suksma.

Bu, liat kemana tuh? sini, liat sini.. pose dulu,, yak! *jepret! :D

Komentar

Anonim mengatakan…
novita jd ingt gmn ibu bapak dulu T.T
jd kangen cabutin ubannya ibu dan kupak-kupak luka yang belum kering,, Ibu-Ibu Super! :)
Itu namanya hidup vita :) ayo! kita berusaha biar mereka bangga sama kita :D
*jabat tangan
*mulai kupak - kupak luka kering :P
.gungws mengatakan…
postingan paling ga lucu dari bli gung..*terharu*
salut,yud..tetap semangat..
sepertinya kita semua bertemu karena senasib sepenanggungan ya.. :')
@gungws : :') Maaf ya, kadang - kadang aku jadi ga lucu ... tapi tenang aja, utk seterusnya, kalo bisa, aku akan menjadi sosok lucu nan ganteng agar bisa menghibur kalian semua :D
hahaha, iya, sepertinya kita bertemu karena memiliki nasib serupa sepenanggungan :) SEMANGAT!!! ^^V
KITA BISA!

Postingan populer dari blog ini

Puisi Anonymous – Sahabat

     Aku lupa kapan pernah pergi ke salah satu SD di daerah Sudirman, Denpasar. Karena harus mengurus suatu urusan yang belum terurus, jadilah waktuku harus teralokasikan sedari pagi disana. Dalam postingan kali ini, sesungguhnya dan sebenarnya, tidak bercerita tentang kegiatan yang kulakukan di SD bersangkutan. Namun lebih kepada puisi tempel dinding yang sekejap mengambil perhatianku dan mematungkan diriku dengan setiap kalimat didalamnya. Sangat polos. Sangat jujur. Sangat keren. 

Soe Hok Gie : Catatan Seorang Demonstran (Resensi) - 2012

makanan ringan + bacaan berbobot       “ Saya dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 ketika perang tengah berkecamuk di Pasifik…” Sebuah catatan pada tahun 1957 tercipta dari tangan seorang generasi Indonesia keturunan Cina. Namanya Soe Hok Gie. Seseorang yang hidup pada era orde lama yang selanjutnya menjadi salah satu tokoh penting dalam pergerakan perubahan yang terjadi di Indonesia saat itu.

Aku Suka Pantai

     Pantai selalu membuatku merasa nyaman. Seakan memiliki emosi, deburan ombak nya selalu menyahut ketika aku mencoba berbicara denganya. Oke,oke, Mungkin terdengar aneh tapi apa salahnya berbicara pada benda mati? :D