Ngerebong memiliki keunikan tersendiri dalam penyelenggaraannya sebagai salah satu upacara adat di Bali. Ngerebong yang diselenggarakan di Pura Agung Petilan, Kesiman, Denpasar ini bertujuan untuk menyomia / menyucikan pribadi setiap umat yang ikut serta dalam prosesi upacara di Pura Pengerebongan. Yang menjadi menarik adalah proses ngurek (menusukkan keris ke anggota badan seperti dada, pundak, dll) sebagai bukti bakti pemedek (orang yang mengikuti upacara) terhadap Betara – Betari (dewa – dewi) yang pada saat itu berkumpul di pura Pengerebongan.
prosesi ngurek yang didominasi laki - laki
wanita yang menangis dan menari dalam kondisi trance
Selain ngurek, ekspresi yang dikeluarkan pemedek antaraperempuan dan laki – laki cukup beragam. Ada yang menari, menangis, berteriak histeris dan semua itu dilakukan diluar keadaan sadar (trance). Manifestasi yang berupa Barong dan Rangda yang disebut juga Ratu Gede dan Ratu Ayu memimpin para pemedek memutari areal wantilan di areal Jaba pura sebanyak tiga kalisesaat setelah upacara persembahyangan dimulai. Akan ada banyak orang yang memadati areal Pura. Orang – orang ini adalah gabungan pemedek dari beberapa Desa adat yang berada di areal Kesiman.
Barong / Manifestasi Ratu Gede
Rangda / Manifestasi Ratu Ayu
Dokumentasi Ngerebong ini diambil pada tanggal 24 Juli 2011. Tepat pada hari Redite Pon Wuku Medangsia yang kalau didalam kalender Bali akan berulang setiap enam bulan sekali. Untuk hitungan yang lebih tepat, upacara Ngerebong biasanya terselenggara tepat seminggu setelah upacara Manis Kuningan. Upacara dimulai dari pagi namun prosesi ngurek dimulai pada jam lima sore waktu setempat. Setelahnya akan ada acara hiburan berupa tari – tarian, gamelan atau apapun untuk menghibur pemedek yang ada setelah upacara selesai hingga malam hari itu berlalu.
Dahi pun termasuk dalam 'target' ngurek
Pribadi yang berbeda ketika memasuki fase trance
Prosesi memutari wantilan dalam rangka membersihkan diri dari sifat angkara murka
Aku lupa kapan pernah pergi ke salah satu SD di daerah Sudirman, Denpasar. Karena harus mengurus suatu urusan yang belum terurus, jadilah waktuku harus teralokasikan sedari pagi disana. Dalam postingan kali ini, sesungguhnya dan sebenarnya, tidak bercerita tentang kegiatan yang kulakukan di SD bersangkutan. Namun lebih kepada puisi tempel dinding yang sekejap mengambil perhatianku dan mematungkan diriku dengan setiap kalimat didalamnya. Sangat polos. Sangat jujur. Sangat keren.
makanan ringan + bacaan berbobot “ Saya dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 ketika perang tengah berkecamuk di Pasifik…” Sebuah catatan pada tahun 1957 tercipta dari tangan seorang generasi Indonesia keturunan Cina. Namanya Soe Hok Gie. Seseorang yang hidup pada era orde lama yang selanjutnya menjadi salah satu tokoh penting dalam pergerakan perubahan yang terjadi di Indonesia saat itu.
Pantai selalu membuatku merasa nyaman. Seakan memiliki emosi, deburan ombak nya selalu menyahut ketika aku mencoba berbicara denganya. Oke,oke, Mungkin terdengar aneh tapi apa salahnya berbicara pada benda mati? :D
Komentar
Terima kasih sudah berkunjung :D