Langsung ke konten utama

Tanpa Batas (menuju 2014)


     Hari ini penghujung tahun 2013. Sudah siapkan terompet dan kembang api untuk perayaan nanti malam? Jalan – jalan juga menyenangkan lo. Karena malam tahun baru-an pasti banyak acara dan keramaian di jalan. Kalau jalan – jalan, inget jaga gebetan dan pacar sebelum hilang di kerumunan ya :) Buat yang jomblo – jomblo, jalan sama temen – temen juga bakalan asyik banget.
     
     Woohoo, bisa dipastikan nanti malam akan ceria maksimal. Senang. Membuat bahagia. Kalau ngomongin bahagia, apa sih hal – hal yang membuatmu bahagia? Kalau bagiku, hal yang bisa membuat bahagia adalah saat kalian bisa senang ketika menonton satu persembahan karya ini. Sebuah film pendek dengan judul Tanpa Batas.
    
      Terima kasih kepada UKM Kesenian UNUD yang kuajak bekerjasama dalam pembuatan film ini. Juga terima kasih pribadiku kepada tahun 2013 yang telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran berharga. Selamat menyambut tahun yang baru dengan harapan dan mimpi  - mimpi baru. Selamat tahun baru untuk aku dan kamu :)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Anonymous – Sahabat

     Aku lupa kapan pernah pergi ke salah satu SD di daerah Sudirman, Denpasar. Karena harus mengurus suatu urusan yang belum terurus, jadilah waktuku harus teralokasikan sedari pagi disana. Dalam postingan kali ini, sesungguhnya dan sebenarnya, tidak bercerita tentang kegiatan yang kulakukan di SD bersangkutan. Namun lebih kepada puisi tempel dinding yang sekejap mengambil perhatianku dan mematungkan diriku dengan setiap kalimat didalamnya. Sangat polos. Sangat jujur. Sangat keren. 

Soe Hok Gie : Catatan Seorang Demonstran (Resensi) - 2012

makanan ringan + bacaan berbobot       “ Saya dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 ketika perang tengah berkecamuk di Pasifik…” Sebuah catatan pada tahun 1957 tercipta dari tangan seorang generasi Indonesia keturunan Cina. Namanya Soe Hok Gie. Seseorang yang hidup pada era orde lama yang selanjutnya menjadi salah satu tokoh penting dalam pergerakan perubahan yang terjadi di Indonesia saat itu.

Diperkosa angin di Batur yang dingin

     “Beneran nih ga apa? Serius nae yud,” suara seorang pemuda tanggung memecah suasana di balebengong sekitar kawasan pos jaga Batur. “Sante aja be, ‘mereka’ pasti datang. Tapi cuma ngeliatin aja koq,” jawabku di sebelahnya diikuti pandangan menunggu dari 1 pemudi dan 2 pemuda lainnya. “Oke, gini ceritanya, waktu itu aku dan adikku pernah ngeliat bayangan hitam gede banget waktu lewat di jalan (tiit),” pemuda yang bernama Abe itu pun memulai ceritanya. “Terus?,” tunggu pemuda lain yang bernama Kris sambil mulai memperhatikan dengan seksama si pemberi cerita. “Awalnya ku kira itu orang yang lagi diem di belakang pohon, eh, ga taunya…” mulai mencondongkan tubuhnya dan… PLAK! “Huwaaa! Apa tuuu?” baik Abe, Kris, pemudi yang bernama Novita, dan pemuda lain yang bernama Rendra lompat dari posisi mereka dan menubruk aku yang berada paling jauh dari suara berdebam tiba – tiba itu. “Tuh kan, iseng banget sih kalian cerita horor di jam 12 malam di kaki gunung Batur...