Langsung ke konten utama

Kelap kelip



     Waktu terasa melambat di sekitarku. Entah apakah yang lain merasakan hal yang sama. Hari ini aku terbangun dengan senyum dan kelaparan. Matahari terasa sejuk menyeruak melewati kisi – kisi jendela kamar. Seperti biasa, cuaca panas beberapa hari belakangan.


     Hari ini aku tidak ada ke Nusa Dua. Tidak bekerja seperti biasa. Hanya menghabiskan waktu dirumah dan ditemani sapaan manis kekasih di pagi hari via telepon. Ibuku pun terlihat begitu manis menyediakan sarapan ala kadar yang terasa sangat lezat. Aji tetap kalem sambil sibuk mebanten.

     Benar – benar ingin berkawan dengan waktu. Aku hanya terduduk di depan meja dengan laptop yang terkoneksi ke internet. Sambil iseng membuat desain spanduk baru untuk menggantikan spanduk warung ibuku yang mulai robek – robek. Terasa sangat menyenangkan. Apalagi ketika angin datang menyapa kulit yang terasa kering. Matahari melewati atap rumahku dengan sinarnya yang nakal. Sore kemudian aku pergi menuju rumah kakakku. Sekalian melihat keponakanku yang kian hari kian gendut. Menjelang malam, entah kenapa motor kualihkan ke arah Sudirman. Iya, aku harus pergi ke tempat itu. Walaupun awalnya aku tidak merencanakan.

     Daerah Suci di Sudirman, motor kuberhentikan di depan sebuah toko lampu. Tanpa tedeng aling – aling aku memesan lampu kelap – kelip. Motor kuhidupkan, angin malam kuterobos langsung menuju rumah. Kadang aku percaya, hal yang tidak direncanakan kadang terjadi. Iya, berencana langsung pulang, tiba – tiba malah menuju Bobby Mart dekat SMA 3 Denpasar. Turun, keliling – keliling untuk membeli jajan dan susu beruang yang rencananya kuberikan pada nenek yang sedang stay di Puri Anyar, Kesiman. Ketika sedang kunikmati minuman kaleng berwarna putih itu, aku merasa rindu dengan suasana lama yang pernah kutoreh sewaktu aku SMA. Ah, andai waktu lama itu bisa terulang. Pasti akan kunikmati habis – habisan.

     Laju motor kembali menderu menuju Puri Anyar. Tapi yang terencana memang tak harus terjadi. Nenek sedang tidak ada di tempat. Ya sudahlah, pulang saja. Di rumah, jajanan dan susu beruang lagi satu kuberikan pada ibu. Lampu kudekap dan bersama Aji kupasang di depan warung. Entah setan apa yang menggerakkan ku saat itu. Perjuangan selama sejam akhirnya berhasil. Listrik tersambung dan kelap kelip lampu seperti membuka tabir masa lalu yang begitu kurindu.

hanya kelap - kelip biasa :)

Rame ngeliatnya :)

      Kelap – kelip lampu terbayang ketika aku berumur belasan. Saat dimana hal seperti itu dapat kualami ketika euphoria masa. Tahun baruan atau saat hari kemerdekaan mungkin? Kelap – kelip lampu yang begitu membekas namun sederhana. Kini kelap – kelip itu hadir di hadapanku. Tidak ada euphoria masa. Tidak ada riak gelak tawa emosi membahana. Hanya ada aku, Aji dan Ibu yang secara beruntun memuji keindahan lampu kelap – kelip seharga 35.000 rupiah itu.

Ups, maaf ya plang jual pulsa. Ketutup sedikit kenangan :)

     Cerita – cerita lama berbaur. Membangkitkan kenangan masa lalu yang mulai menguat. Iya, rasa itu kurasakan lagi. Suasana lama yang membuat bahagia walau sederhana. Lewat kelap – kelip lampu ini, menerobos waktu yang berjalan lambat menuju ingatan suatu tempat dengan sangat cepat. Hanya terduduk dengan santai. Menikmati Kelap – kelip lampunya dan waktu yang (sepertinya) tetap melambat dengan kesibukan masyarakat yang semakin lama semakin meredup. Aku menikmatinya, serius.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Anonymous – Sahabat

     Aku lupa kapan pernah pergi ke salah satu SD di daerah Sudirman, Denpasar. Karena harus mengurus suatu urusan yang belum terurus, jadilah waktuku harus teralokasikan sedari pagi disana. Dalam postingan kali ini, sesungguhnya dan sebenarnya, tidak bercerita tentang kegiatan yang kulakukan di SD bersangkutan. Namun lebih kepada puisi tempel dinding yang sekejap mengambil perhatianku dan mematungkan diriku dengan setiap kalimat didalamnya. Sangat polos. Sangat jujur. Sangat keren. 

Soe Hok Gie : Catatan Seorang Demonstran (Resensi) - 2012

makanan ringan + bacaan berbobot       “ Saya dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 ketika perang tengah berkecamuk di Pasifik…” Sebuah catatan pada tahun 1957 tercipta dari tangan seorang generasi Indonesia keturunan Cina. Namanya Soe Hok Gie. Seseorang yang hidup pada era orde lama yang selanjutnya menjadi salah satu tokoh penting dalam pergerakan perubahan yang terjadi di Indonesia saat itu.

Aku Suka Pantai

     Pantai selalu membuatku merasa nyaman. Seakan memiliki emosi, deburan ombak nya selalu menyahut ketika aku mencoba berbicara denganya. Oke,oke, Mungkin terdengar aneh tapi apa salahnya berbicara pada benda mati? :D