Langsung ke konten utama

Merangkum Energi dalam Setengah Dekade


     Angin dingin menyeruak melewati tengkuk. Menabrak udara panas yang keluar melewati pori – pori. Hembusan nafas yang tersenggal perlahan teratur. Pandangan mata yang mengabur terlihat kembali fokus usai dihantam sound 1000 watt dengan tamparan lighting berkekuatan serupa. 20 menit terasa begitu panjang ketika di atas panggung. Setelahnya semua seperti kembali ke dunia nyata. Seperti inilah yang dirasakan oleh mereka berempat. Sebuah masa dimana mereka baru saja memainkan gig di awal mereka memutuskan mendirikan band bernama Dkantin pada 2007 silam.


     
     Peluh menetes diiringi riak puas yang keluar dari tawa mereka. Jaya, Sanjay, Yudha dan Abe. Empat orang pemuda yang bertemu dengan passion yang sama. Saat itu mereka hanyalah sekumpulan remaja yang senang mengeksplorasi hal yang mereka sebut musik. Bertemu dari background yang berbeda tidak serta merta menyulitkan visi mereka dalam bermusik. Rock n’ Roll. Sebuah genre yang ‘lakik’ di era itu dengan penikmat yang minor membuat Dkantin ingin mengusung genre tersebut. Ketertarikan dengan kemampuan terbatas menyerempet mereka memainkan musik yang justru terasa jauh dari kesan Rock n’ Roll. Sempat mengenyam nada Punk, Blues, Pop, Grunge, hingga pernah terdampar di Jazz dan Techno.

     Sekian lamanya berkecimpung di gurun musik Bali menjadikan Dkantin lebih dewasa dalam berproses. Musik tidak lagi menjadi sebuah objek keisengan masa muda. Melainkan menjadi sebuah komoditi yang sarat dengan visi dan makna. Teman – teman pun mendukung dan disadarkan akan kebangkitan skena musik Bali membuat band ini menjadi lebih concern dalam berkarya. Mungkin seperti yang dibilang orang, “the right person in the right time and the right place”.


Jaya = Vokal + Gitar


Sanjay = Vokal + Gitar

Yudha = Bass

Abe = Drum + Percussion
     Namun proses itu pun seperti bola. Tidak selalu lancar dan berada di atas. Penyeragaman waktu menjadi masalah yang cukup besar kala itu. Tentu karena semua personilnya masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Mereka harus setia berkompromi agar dapat bertemu sekedar berdiskusi ataupun latihan dalam sebuah ruangan yang disulap menjadi studio latihan seadanya. Hasil dari diskusi menghasilkan beberapa single yang dilempar secara cuma – cuma kepada kawan ataupun media. Tujuannya cukup mulia, untuk dikenal dan disukai. Strategi itupun sukses. Sampai suatu masa di awal tahun 2011. Sebuah kolaborasi musisi yang mengundang Dkantin untuk ikut berpartisipasi didalamnya. Kolaborasi tradisional dan modern yang memaksa kreativitas band ini untuk menelurkan sebuah karya yang terbilang berbeda. Masyarakat pun semakin sadar, diantara mereka mencuat salah satu generasi penerus skena musik dari Bali dengan identitas yang unik.

     4 tahun berkutat tentu semakin mengasah pola bermusik dan juga ego masing – masing. Seakan sadar dengan misi yang dibawa tidak menjadikan beban keempat personilnya ketika harus memutuskan hiatus dalam waktu beberapa bulan. Tuntutan pendidikan membuat pilihan vakum harus keluar. Namun tidak lama, semua itu terbayar dengan penyelesaian materi yang sudah direncanakan tepat ketika titel sarjana melekat di setiap akhir nama mereka. Waktu yang berlalu   semakin mematangkan kiblat musik band ini dengan pencitraan yang harus ditegaskan.



         Setahun kemudian di pertengahan tahun 2012, evolusi itu pun muncul dengan nama The Kantin. Berdiri di atas platform rock. Sound garage dan identitas yang tegas sepertinya akan meruntuhkan penilaian lama yang sempat bernama Dkantin. Namun mereka harus dewasa. Musik mereka pun harus begitu. Keputusan ini juga menjadi tanggung jawab untuk menjadikan warna skena musik Bali semakin beragam. Kini Jaya (Vokal, Gitar), Sanjay (Vokal, Gitar), Yudha (Bass) dan Abe (Drum) sedang berada pada ambang pembuktian kedewasaan bermusik mereka. 




     5 tahun merupakan waktu yang cukup untuk meracik warna musik The Kantin. Satu single yang dibagikan dengan cara unduh gratis di internet berjudul “Inspirasi” pada 22 Juli 2012 kemarin (thekantin.blogspot.com) akan memberikan gambaran bagaimana evolusi yang terjadi di tubuh band ini sendiri. Selanjutnya dalam beberapa waktu ke depan, The Kantin akan membayar hutang eksistensi mereka dalam sebuah launching album yang berjudul “Kuda Hitam”. “Berharap semuanya lancar dan kami siap merajah panggung dengan energi dan identitas sebagai The Kantin,” ungkap mereka. 

foto dari grup facebook The Kantin, klik di sini

Komentar

deva pradnyana mengatakan…
sukses terus dengan musikalitasnya...
GBU all..
hehehe :))
Terima kasih banyak om.
sukses selalu \m/
wikmang risma mengatakan…
Pertama kali saya melihat mereka di Mina Dalung, take acara utk BMC Tv. yang awalnya saya hanya duduk membelakangi tanpa melihat penampilan mrk..tp tdk berapa menit kemudian saya berbalik dan terpukau "wooowwww,,,mrk skillful bangetttt!!!! kerennnn...!!! The Kantin..chayyoooo!!!!^_^
@wikmang risma : Terima kasih risma atas apresiasinya :)
Untung terpukaunya bilang woow bukannya ketakutan :p
hehehe,,, just joke :D
Sekali lagi, terima kasih wikamng risma... kalo sempat, sila berkunjung ke http://thekantin.blogspot.com/ :)

Postingan populer dari blog ini

Puisi Anonymous – Sahabat

     Aku lupa kapan pernah pergi ke salah satu SD di daerah Sudirman, Denpasar. Karena harus mengurus suatu urusan yang belum terurus, jadilah waktuku harus teralokasikan sedari pagi disana. Dalam postingan kali ini, sesungguhnya dan sebenarnya, tidak bercerita tentang kegiatan yang kulakukan di SD bersangkutan. Namun lebih kepada puisi tempel dinding yang sekejap mengambil perhatianku dan mematungkan diriku dengan setiap kalimat didalamnya. Sangat polos. Sangat jujur. Sangat keren. 

Soe Hok Gie : Catatan Seorang Demonstran (Resensi) - 2012

makanan ringan + bacaan berbobot       “ Saya dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1942 ketika perang tengah berkecamuk di Pasifik…” Sebuah catatan pada tahun 1957 tercipta dari tangan seorang generasi Indonesia keturunan Cina. Namanya Soe Hok Gie. Seseorang yang hidup pada era orde lama yang selanjutnya menjadi salah satu tokoh penting dalam pergerakan perubahan yang terjadi di Indonesia saat itu.

Aku Suka Pantai

     Pantai selalu membuatku merasa nyaman. Seakan memiliki emosi, deburan ombak nya selalu menyahut ketika aku mencoba berbicara denganya. Oke,oke, Mungkin terdengar aneh tapi apa salahnya berbicara pada benda mati? :D